Senin, 01 Agustus 2011

PER-78/PB/2006

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-78/PB/2006
TENTANG
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA
MELALUI MODUL PENERIMAAN NEGARA
DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN,

Menimbang : 
a. bahwa penatausahaan penerimaan negara perlu dilakukan secara cepat,
tepat, dan efisien agar menghasilkan laporan yang dapat
dipertanggungjawabkan;
b. bahwa guna menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a
diperlukan suatu sistem penerimaan negara yang terpadu;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan
Negara;

Mengingat : 
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);
4. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4214), sebagaimana telah diubah
dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4418);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan
Perkiraan Standar;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul
Penerimaan Negara;
8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : 

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN TENTANG
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA MELALUI MODUL
PENERIMAAN NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini, yang dimaksud
dengan:
1. Modul Penerimaan Negara, yang selanjutnya disebut MPN adalah modul
penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan,
penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai
dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan
merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
2. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk
menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar
pengeluaran negara.
3. Rekening Kas Umum Negara, yang selanjutnya disebut Rekening KUN
adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara
pada Bank Sentral.
4. Rekening Penerimaan adalah rekening untuk menampung penerimaan
negara pada bank umum/badan lainnya.
5. Kantor Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut KBI adalah kantor
cabang dari Bank Indonesia selaku Bank Tunggal yang terdapat di
beberapa kota di Indonesia dan menjadi mitra kerja KPPN yang satu kota
dengannya.
6. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, yang selanjutnya disebut
KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
7. Bank Operasional I, yang selanjutnya disebut BO I adalah bank
operasional mitra Kuasa BUN di daerah yang menyalurkan dana APBN
untuk pengeluaran non-gaji bulanan (termasuk kekurangan gaji dan gaji
susulan) dan Uang Persediaan.
8. Bank Operasional III, yang selanjutnya disebut BO III adalah bank
operasional yang melakukan pembagian PBB/BPHTB dan upah pungut
PBB/BPHTB serta membayar pengembalian PBB dan BPHTB.
9. Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah, yang selanjutnya disebut
Kuasa BUN di daerah adalah Kepala KPPN.
10. Surat Perintah Membayar, yang selanjutnya disebut SPM adalah dokumen
yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber
dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
11. Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disebut SP2D adalah
surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk
pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
12. Treasury Single Account, yang selanjutnya disebut TSA adalah
pelaksanaan Rekening Pengeluaran Bersaldo Nihil pada Bank Umum Mitra
KPPN sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/
PMK.06/2006.
13. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor,
yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan
bukan pajak.
14. Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka
ekspor dan impor.
15. Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk menerima setoran penerimaan negara.
16. Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi selanjutnya disebut Bank/
Pos.
17. Dokumen Sumber Penerimaan, yang selanjutnya disebut Dokumen
Sumber adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencatatan
penerimaan negara sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
18. Laporan Harian Penerimaan, yang selanjutnya disebut LHP adalah laporan
harian penerimaan negara yang dibuat oleh Bank/Pos yang berisi
Rekapitulasi Penerimaan dan Pelimpahan, Rekapitulasi Nota Kredit, dan
Daftar Nominatif Penerimaan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
19. Arsip Data Komputer, yang selanjutnya disebut ADK adalah arsip data
berupa disket atau media penyimpanan digital lainnya yang berisikan data
transaksi, data buku besar, dan/atau data lainnya.
20. Nomor Transaksi Penerimaan Negara, yang selanjutnya disebut NTPN
adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan
melalui MPN.
21. Nomor Transaksi Bank, yang selanjutnya disebut NTB adalah nomor bukti
transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Bank.
22. Nomor Transaksi Pos, yang selanjutnya disebut NTP adalah nomor bukti
transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Pos.
23. Nomor Penerimaan Potongan, yang selanjutnya disebut NPP adalah
nomor bukti transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM
yang diterbitkan.
24. Unit terkait adalah instansi yang bertugas menatausahakan penerimaan
negara, antara lain Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, dan Satuan Kerja.
25. Keadaan Kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan
manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat
dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

BAB II
DOKUMEN SUMBER

Pasal 2
Dokumen Sumber antara lain:
1. Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat setoran atas pembayaran atau
penyetoran pajak yang terutang;
2. Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan (SSPBB) adalah surat setoran
atas pembayaran atau penyetoran PBB dari tempat pembayaran ke Bank
Persepsi PBB;
3. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) adalah
surat setoran atas pembayaran atau penyetoran BPHTB dari tempat
pembayaran ke Bank Persepsi BPHTB;
4. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP)
adalah surat setoran atas penerimaan negara dalam rangka impor berupa
bea masuk, bea masuk berasal dari SPM Hibah, denda administrasi,
penerimaan pabean lainnya, cukai, penerimaan cukai lainnya, jasa
pekerjaan, bunga, dan PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, serta PPnBM
Impor;
5. Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP) adalah surat setoran
atas penerimaan negara atas Barang Kena Cukai Buatan Dalam Negeri
berupa cukai hasil tembakau, cukai etil alkohol, cukai minuman
mengandung etil alkohol, denda administrasi penerimaan cukai lainnya,
jasa pekerjaan, dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri;
6. Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) adalah surat setoran atas Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) selain yang dimaksud pada angka 1, 2, 3, 4,
dan 5 di atas;
7. Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) adalah surat setoran atas
penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran berjalan;
8. Surat Tanda Bukti Setor (STBS) adalah surat setoran atas pembayaran
pungutan ekspor, kekurangan pungutan ekspor, dan/atau denda
administrasi atas transaksi pungutan ekspor;
9. Bukti Penerimaan Negara (BPN) adalah dokumen yang diterbitkan oleh
Bank/Pos atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan
NTB/NTP dan dokumen yang diterbitkan oleh KPPN atas transaksi
penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM dengan teraan NTPN
dan NPP.

BAB III
PENGESAHAN PENERIMAAN NEGARA

Pasal 3
(1) Setiap transaksi penerimaan negara harus mendapat NTPN.
(2) Penerimaan negara yang disetor oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib
Setor/Bendahara Penerimaan diakui pada saat masuk ke Rekening Kas
Negara dan mendapatkan NTPN.
(3) NTPN dan NTB yang terdapat pada dokumen sumber merupakan
pengesahan atas penerimaan negara melalui Bank.
(4) NTPN dan NTP yang terdapat pada dokumen sumber merupakan
pengesahan atas penerimaan negara melalui Pos.
(5) NTPN dan NPP merupakan pengesahan atas penerimaan negara yang
berasal dari potongan SPM.

BAB IV
TATA CARA PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA

Pasal 4
(1) Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan dapat
melakukan pembayaran setiap saat melalui Bank/Pos yang terhubung
dengan MPN.
(2) Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib
Setor/Bendahara Penerimaan diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai
dengan tanggal pembayaran.
(3) Tata cara penyetoran penerimaan negara oleh Wajib Pajak/Wajib
Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan diatur sebagai berikut:
a. Pembayaran melalui loket/teller Bank/Pos
1. Mengisi formulir bukti setoran dengan data yang lengkap, benar, dan
jelas dalam rangkap 4 (empat);
2. Menyerahkan formulir bukti setoran kepada petugas Bank/Pos
dengan menyertakan uang setoran sebesar nilai yang tersebut
dalam formulir yang bersangkutan;
3. Menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan lembar ke-
3, yang telah diberi NTPN dan NTB/NTP serta dibubuhi tanda
tangan/paraf, nama pejabat Bank/Pos, cap Bank/Pos, tanggal, dan
waktu/jam setor sebagai bukti setor;
4. Menyampaikan bukti setoran kepada unit terkait.
b. Pembayaran melalui electronic banking (e-banking)
1. Melakukan pendaftaran pada sistem registrasi pembayaran via
internet di www.djpbn.depkeu.go.id;
2. Mengisi data setoran dengan lengkap dan benar untuk mendapatkan
Nomor Register Pembayaran (NRP). Masa berlaku NRP sampai
dengan jangka waktu yang ditetapkan;
3. Untuk tagihan yang ditetapkan instansi pemerintah, pendaftaran
dilakukan oleh instansi terkait dan NRP tercantum pada surat
tagihan dimaksud;
4. Melakukan pembayaran dengan menggunakan NRP;
5. Menerima NTPN sebagai bukti pengesahan setelah pembayaran
dilakukan;
6. Mencetak BPN melalui sistem registrasi pembayaran atau di Bank
dengan menunjukkan NTPN/NTB;
7. Menyampaikan BPN kepada unit terkait.

BAB V
PENATAUSAHAAN, PELIMPAHAN, DAN PELAPORAN PENERIMAAN
NEGARA PADA BANK/POS

Pasal 5
(1) Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak/Wajib
Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan, Bank/Pos dapat menggunakan
jasa Application Service Provider (ASP).
(2) Bank/Pos wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan atas penggunaan jasa ASP dengan menyampaikan
fotokopi nota kesepakatan yang telah dibuat antara Bank/Pos dengan ASP.
(3) Bank/Pos bertanggung jawab terhadap keamanan data penerimaan negara
sehubungan dengan penggunaan jasa ASP.
(4) Biaya yang timbul atas penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menjadi tanggung jawab Bank/Pos.

Pasal 6
(1) Tata cara penatausahaan penerimaan setoran melalui loket/teller Bank/Pos
diatur sebagai berikut:
a. Menerima surat setoran penerimaan negara dalam rangkap 4 (empat)
dan meneliti kelengkapan pengisian dokumen dan uang yang
disetorkan;
b. Mengkredit setoran ke rekening Persepsi, Devisa Persepsi, PBB, atau
BPHTB sesuai jenis setoran yang diterima;
c. Melakukan pengesahan dengan menerbitkan BPN setelah mendapatkan
NTPN dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan lembar ke-1 dan
ke-3 untuk penyetor, lembar ke-2 untuk KPPN, dan lembar ke-4 untuk
Bank/Pos;
d. Surat setoran yang sudah disahkan dan ditandatangani petugas
Bank/Pos, lembar ke-1 dan ke-3 disampaikan kepada penyetor, lembar
ke-2 untuk KPPN, dan lembar ke-4 untuk Bank/Pos;
e. Menerbitkan BPN atas setoran yang diterima melalui Cabang/Cabang
Pembantu Bank/Pos yang on-line setelah mendapatkan NTPN dari
MPN.
(2) Tata cara penatausahaan penerimaan setoran melalui e-banking diatur
sebagai berikut:
a. Mengkredit setoran ke Rekening Kas Negara yang diterima melalui
fasilitas e-banking yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib
Setor/Bendahara Penerimaan berdasarkan NRP yang dihasilkan dari
Sistem Registrasi Pembayaran;
b. Menginformasikan NTPN dan NTB kepada pihak penyetor melalui media
e-banking;
c. Mencetak BPN sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 7
(1) Dalam hal terjadi gangguan jaringan komunikasi antara Kantor Pusat
Bank/Pos dan Kantor Cabang/Pos serta antara Kantor Pusat Bank/Pos dan
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan, maka dilakukan
prosedur perekaman ulang pada hari yang sama dengan hari penyetoran
tanpa mengubah NTB/NTP.
(2) Prosedur perekaman ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sebagai berikut:
a. Meneliti kelengkapan pengisian dokumen dan uang yang disetorkan;
b. Membubuhkan NTB/NTP dan tanggal serta membubuhkan cap dan
tanda tangan pejabat Bank/Pos yang berwenang;
c. Menyerahkan BPN yang telah dibubuhi cap dan tanda tangan kepada
Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan.
(3) Dalam hal terjadi kesalahan perekaman atas elemen-elemen data, maka
Bank/Pos melakukan prosedur pembalikan (reversal) sebelum dilakukan
penyampaian LHP ke KPPN.
(4) Prosedur reversal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Reversal hanya dapat dilakukan untuk perbaikan transaksi yang tidak
mengakibatkan uang keluar dari Kas Negara;
b. Reversal dilakukan sebelum Bank/Pos menyampaikan LHP, DNP, dan
Rekapitulasi Nota Kredit ke KPPN mitra kerjanya dan sebelum
rekonsiliasi data dilakukan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal
Perbendaharaan;
c. Dalam hal ditemukan kesalahan perekaman setelah dilakukan
rekonsiliasi maka Bank/Pos memberitahukan secara tertulis ke Kantor
Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang perbaikan transaksi yang mengakibatkan
uang keluar dari Kas Negara diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan.

Pasal 8
(1) Bank/Pos melakukan pelimpahan penerimaan negara kecuali PBB/BPHTB
setiap hari Selasa dan Jumat atau hari kerja berikutnya jika Selasa dan
Jumat adalah hari libur, dan tanggal 1 (satu) atau hari kerja pertama setiap
bulan ke Rekening KUN/Rekening BO I dengan ketentuan:
a. selambat-lambatnya pada hari Selasa pukul 10.00 waktu setempat untuk
penerimaan hari Kamis setelah pukul 15.00 sampai dengan hari Senin
pukul 15.00 waktu setempat;
b. selambat-lambatnya pada hari Jumat pukul 10.00 waktu setempat untuk
penerimaan hari Senin setelah pukul 15.00 sampai dengan hari Kamis
pukul 15.00 waktu setempat.
(2) Pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan ke Rekening
KUN dalam hal KPPN dimaksud sekota dengan KBI atau KPPN dimaksud
tidak sekota dengan KBI namun telah melaksanakan uji coba TSA.
(3) Pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan ke Rekening
BO I dalam hal KPPN dimaksud tidak sekota dengan KBI dan belum
melaksanakan uji coba TSA.
(4) Bank/Pos melakukan pelimpahan penerimaan PBB/BPHTB ke BO III setiap
hari Jumat atau hari kerja berikutnya jika hari Jumat adalah hari libur,
dengan ketentuan melimpahkan penerimaan PBB/BPHTB selambatlambatnya
pada hari Jumat pukul 10.00 waktu setempat untuk penerimaan
hari Kamis setelah pukul 15.00 minggu sebelumnya sampai dengan hari
Kamis pukul 15.00 waktu setempat.

Pasal 9
(1) Bank/Pos wajib menyampaikan laporan atas penerimaan negara kepada
KPPN setempat setiap hari.
(2) Bank/Pos dapat menerima setoran penerimaan negara dengan mengkredit
Rekening Kas Negara pada Bank/Pos cabang lain pada Bank/Pos yang
sama.
(3) Bank/Pos yang menerima setoran dari Bank/Pos cabang lain melaporkan
penerimaan negara termasuk yang diterima oleh Bank/Pos cabang lain ke
KPPN.
(4) Bank/Pos menyusun laporan harian atas penerimaan negara dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. LHP berisi penerimaan negara yang diterima setelah pukul 15.00 waktu
setempat pada hari sebelumnnya sampai dengan penerimaan negara
pukul 15.00 hari yang bersangkutan;
b. LHP yang disusun terdiri dari Rekapitulasi Penerimaan dan Pelimpahan,
Rekapitulasi Nota Kredit, dan DNP;
c. LHP disusun per nomor rekening penerimaan dan DNP disusun menurut
MAP dan NTB/NTP;
d. LHP, BPN, dan ADK disampaikan ke KPPN paling lambat pada pukul
09.00 waktu setempat hari kerja berikutnya;
e. LHP segera diperbaiki apabila ditemukan kesalahan oleh KPPN dan
mengirimkannya kembali selambat-lambatnya pada pukul 17.00 waktu
setempat;
f. Menyampaikan surat pemberitahuan sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini apabila
terjadi gangguan pada sistem dan mengakibatkan terlambat
memperoleh NTPN dan/atau menyusun LHP.
(5) Kantor Pusat Bank/Pos mengirimkan data transaksi penerimaan negara
secara batch ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan paling
lambat pukul 16.00 WIB.

BAB VI
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA PADA KPPN

Pasal 10
(1) KPPN mengesahkan data penerimaan yang berasal dari potongan SPM
yang sudah diterbitkan SP2D untuk mendapatkan NTPN paling lambat
setiap akhir hari kerja.
(2) Tata cara penatausahaan penerimaan negara oleh KPPN adalah sebagai
berikut:
a. Seksi Bendahara Umum/Seksi Persepsi
1. Menerima LHP yang terdiri dari Laporan Penerimaan dan
Pelimpahan, Rekapitulasi Nota Kredit, DNP, ADK, dan Dokumen
Sumber dari Bank/Pos;
2. Untuk LHP yang tidak dilengkapi NTPN harus disertakan surat
keterangan penyebab terjadi gangguan komunikasi yang
menyebabkan NTPN tidak dapat diperoleh. LHP tersebut dipakai
hanya sebagai monitoring penerimaan dan bukan dipakai sebagai
dasar pembukuan;
3. Melakukan loading ADK yang diterima ke dalam sistem rekonsiliasi
data transaksi penerimaan;
4. Meneliti dokumen sumber berikut DNP baik mengenai jumlah uang,
jenis setoran, maupun Mata Anggaran Penerimaan (MAP) dan
membubuhkan paraf pada setiap halaman dan tanda tangan pada
lembar terakhir DNP;
5. Apabila terjadi perbedaan antara DNP dengan ADK, KPPN harus
mengembalikan LHP tersebut untuk segera dilakukan perbaikan;
6. Mencocokkan data yang tercantum dalam Rekapitulasi Nota Kredit
dengan data yang tercantum dalam setiap DNP dimaksud dan
membubuhkan paraf pada Rekapitulasi Nota Kredit dimaksud;
7. Melakukan download data transaksi harian penerimaan dari Kantor
Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan mulai pukul 15.00
sampai pukul 16.00 waktu setempat;
8. Mencocokkan data hasil download dengan ADK dari Bank/Pos
menggunakan sistem aplikasi rekonsiliasi data transaksi
penerimaan;
9. Mengirimkan hasil rekonsiliasi data ke Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Perbendaharaan;
10. Menyampaikan DNP dan surat setoran dan/atau BPN lembar ke-2
ke Seksi Bank/Giro Pos/Seksi Bendahara Umum.
b. Seksi Bank/Giro Pos/Seksi Bendahara Umum
1. Melakukan upload data potongan SPM yang sudah diterbitkan SP2D
melalui sistem pengesahan potongan SPM untuk mendapatkan
NTPN;
2. Menerbitkan BPN untuk transaksi penerimaan negara yang berasal
dari potongan SPM dengan mencantumkan NTPN dan NPP sebagai
bukti pengesahan penerimaan negara dan menggabungkan dengan
surat setoran masing-masing;
3. Membuat DNP atas penerimaan negara yang berasal dari potongan
SPM;
4. Untuk keperluan penyusunan LKP, membukukan penerimaan
negara yang bersumber dari Bank, Pos, dan potongan SPM yang
telah mendapatkan NTPN/NTB, NTPN/NTP, dan NTPN/NPP;
5. Melakukan perbaikan apabila ditemukan kesalahan elemen data
dalam potongan SPM setelah mendapatkan NTPN melalui prosedur
reversal.
c. Seksi Verifikasi dan Akuntansi
Memposting penerimaan negara berdasarkan dokumen sumber
penerimaan yang telah mendapatkan NTPN/NTB, NTPN/NTP, dan
NTPN/NPP.

BAB VII
REKONSILIASI

Pasal 11
(1) Rekonsiliasi dilakukan secara elektronik dengan membandingkan data
yang diterima secara on-line dengan data yang dikirim oleh Kantor Pusat
Bank/Pos kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan
secara batch.
(2) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil
rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pusat
Bank/Pos paling lambat 1 (satu) jam setelah menerima data dari Kantor
Pusat Bank/Pos. Contoh format Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini.
(3) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan perbaikan
data berdasarkan Nota Perbaikan yang diterima dari Kantor Pusat
Bank/Pos dan menyampaikan hasil perbaikan kepada KPPN mitra kerja
Cabang Bank/Pos berkenaan. Bentuk Nota Perbaikan dan formulir
perekaman ulang sebagaimana ditetapkan masing-masing dalam Lampiran
V dan VI Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.

BAB VIII
KEADAAN KAHAR

Pasal 12
Dalam hal terjadi gangguan jaringan komunikasi antara Kantor Pusat Bank/Pos
dengan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan lebih dari 1 (satu)
hari, maka Bank/Pos melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Wajib menerima setoran penerimaan negara;
2. Mengadministrasikan penerimaan negara secara off-line dan memberikan
NTB/NTP pada bukti setor;
3. Memberitahukan secara tertulis kepada KPPN mitra kerjanya atas penyebab terjadinya gangguan jaringan komunikasi sebagaimana ditetapkan dalam lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
4. Melakukan prosedur perekaman ulang pada saat jaringan komunikasi telah dapat berjalan normal.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2007.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2006
Direktur Jenderal


Herry Purnomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar