Minggu, 22 Mei 2011

PER-13/PB/2011

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER- 13/PB/2011
TENTANG
TATA CARA PENCAIRAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA APBN YANG
KEGIATANNYA DILAKSANAKAN OLEH PT ASABRI (PERSERO)
DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN,


Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 257/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Perhitungan,
Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana APBN yang
Kegiatannya Dilaksanakan oleh PT Asabri (Persero), perlu menetapkan
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Tata Cara
Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana APBN yang Kegiatannya
Dilaksanakan oleh PT Asabri (Persero);

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1966 tentang Pemberian Pensiun.
Tunjangan Bersifat Pensiun, dan Tunjangan Kepada Militer Sukarela
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 33.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2611);
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan
Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2906);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan,
Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1968 tentang Pemberian
Pensiun Kepada Warakawuri, Tunjangan kepada Anak Yatim/Piatu
dan Anak Yatim-Piatu Militer Sukarela (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1968 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2863);
7. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan 8elanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 53 tahun
2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang
Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara;
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang
Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 881PMK.06/2009;
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.02/2010 tentang Tata
Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban
Dana APBN yang Kegiatannya Dilaksanakan oleh PT Asabri
(Persero);
11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 13/KMK.03/1989 tentang
Penugasan Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia untuk menyelenggarakan pembayaran
pensiun Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Pegawai
Negeri Sipil Departemen Pertahanan Keamanan-Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia;

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN TENTANG
TATA CARA PENCAIRAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA
APBN YANG KEGIATANNYA OILAKSANAKAN OLEH PT ASABRI
(PERSERO).

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini yang dimaksud
dengan:
1. Pensiun adalah penghasilan, baik dalam istilah pensiun, tunjangan
atau istilah lainnya, yang diberikan negara kepada para pihak yang
memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagai bentuk jaminan hari tua dan sebagai balas jasa atas
pengabdian diri kepada negara;
2. Belanja Pensiun adalah pos belanja yang dialokasikan untuk
membayar pensiun Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Kementerian Pertahanan/Polri yang pensiun
setelah 1 April 1989, yang pengelolaannya melalui PT Asabri
(Persero);
3. Uang Pensiun adalah sejumlah uang yang disediakan untuk
pembayaran pensiun kepada penerima pensiun yang namanya
tercantum dalam Daftar Pembayaran (Dapem) atau Non-Dapem;
4. Penerima Pensiun adalah mantan Prajurit TNI, Anggota Polri, dan
PNS Kementerian Pertahanan/Polri atau pihak lain yang memenuhi
syarat untuk menerima pensiun sesuai peraturan perundangundangan
yang berlaku;
5. Biaya Cetak Dapem adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan untuk membayar penggantian biaya pembuatan aplikasi,
pencetakan, pengiriman Dapem, dan biaya lainnya sehubungan
dengan pelaksanaan pembayaran pensiun ketiga belas oleh PT Asabri (Persero);
6. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA
adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara.
7. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat
yang berwenang dan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran
pada kementerian negaraJlembaga yang bersangkutan.
8. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut Kuasa PA
adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab
dari Pengguna Anggaran untuk menggunakan anggaran belanja
pensiun yang dikuasakan kepadanya.
9. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah
pejabat yang diberi wewenang oleh Pengguna Anggaran atau Kuasa
PA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat
mengakibatkan pengeluaran belanja pensiun atas beban belanja
negara.
10. Pejabat Penguji/Penerbit Surat Perintah Membayar yang selanjutnya
disebut PP-SPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh
Pengguna Anggaran atau Kuasa PA untuk melakukan pengujian dan
perintah pembayaran belanja pensiun atas beban belanja negara.
11. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan, membayarkan. menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka
pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja kementerian
negarallembaga.
12. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya
disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal
Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa
Bendahara Umum Negara.
13. Daftar Pembayaran Pensiun yang selanjutnya disebut Dapem adalah
daftar dibuat oleh Kantor Cabang PT Asabri (Persero) sebagai sarana
pembayaran yang memuat identitas penerima pensiun, jumlah hak
pensiun yang akan dibayarkan, dan jumlah keharusan pensiun yang
akan dipotong.
14. Oapem Induk adalah Oapem yang dipergunakan sebagai sarana
pembayaran pensiun bulanan.
15. Oapem Susulan adalah dapem yang dipergunakan sebagai sarana
pembayaran pensiun yang tidak dapat dimasukkan dalam Oapem
Induk.
16. Non-Oapem adalah daftar yang dibuat oleh Kantor Cabang PT Asabri
(Persero) sebagai sarana pembayaran pensiun pertama, uang duka
wafat, dan uang kekurangan pensiun.
17. Dapem Tunai adalah Dapem yang dipergunakan sebagai sarana
pembayaran pensiun secara tunai melalui loket pembayaran pensiun
yang berada pada Kantor Cabang PT Asabri (Persero) atau pihak lain
yang ditunjuk.
18. Dapem Rekening adalah Dapem yang digunakan sebagai sarana
pembayaran pensiun untuk dibayarkan secara langsung ke rekening
penerima pensiun yang bersangkutan.
19. Potongan Alimentasi adalah potongan uang pensiun dalam rangka
pemberian nafkah kepada anak atau mantan isteri penerima pensiun
yang diberikan atas dasar putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
20. Hak negara atas pembayaran pensiun adalah potongan-potongan
dari pembayaran pensiun berupa pajak maupun potongan lainnya
yang harus disetorkan ke Kas Negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
21. Laporan Realisasi Pembayaran Pensiun (LRPP) adalah laporan yang
dibuat oleh PT Asabri (persero) atas realisasi pembayaran pensiun.
22. Laporan Saldo Uang Pensiun (LSUP) adalah laporan yang dibuat
oleh PT Asabri (Persero) atas saldo dana pensiun yang belum diambil
dan/atau belum dibayarkan kepada penerima pensiun.
23. Retur uang pensiun adalah pengembalian uang pensiun yang sudah
dipertanggungjawabkan pada bulan sebelumnya.
24. Nilai Bruto adalah jumlah dari pensiun pokok. tunjangan-tunjangan.
dan pembulatan penghasilan.

BAB II

RUANG LlNGKUP

Pasal 2

Penyelenggaraan pembayaran pensiun yang diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan ini meliputi kegiatan:
1. Pencairan dana belanja pensiun;
2. Pembayaran pensiun;
3. Pertanggungjawaban pembayaran pensiun; dan
4. Perhitungan pencairan dan realisasi belanja pensiun.

BAB III

PENETAPAN PEJABAT PERBENDAHARAAN

Pasal 3

(1) Dalam rangka pencairan dana belanja pensiun kepada PT Asabri
(Persero). Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa PA
menetapkan:
1. PPK;
2. PP-SPM; dan
3. Bendahara Pengeluaran.
(2) Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa PA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kewenangan Kuasa PA
kepada pejabat eselon \I di lingkungan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan sebagai Pejabat yang Melaksanakan Tugas Kuasa
PA kepaga Pejabat Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal
Perbendaharaan sebagai pejabat yang melaksanakan tugas Kuasa PA

BAB IV

PENCAIRAN DANA BELANJA PENSIUN

Pasal 4

Penyediaan dana untuk belanja pensiun dialokasikan dalam DIPA sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 5

Setiap awal tahun anggaran, Direksi PT Asabri (Persero) menyampaikan
nama-nama dan specimen tanda tangan pejClbat yang diberi kewenangan
untuk dan atas nama PT Asabri (Persero) mengajukan dan
menandatangani dokumen tagihan belanja pensiun kepada Kuasa PA.

Pasal 6

(1) PT Asabri (Persero) mengajukan tagihan belanja pensiun kepada
Kuasa PA c.q. PPK dengan format sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tagihan Dapem Induk dan Non-Dapem diajukan paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sebelum bulan pembayaran dengan dilampiri:
1. Rekapitulasi Dapem Induk dengan format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini;
2. Rekapitulasi Non-Dapem dengan format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
b. Tagihan Dapem Susulan diajukan paling lambat tanggal 10 bulan
berkenaan dengan dilampiri Rekapitulasi Dapem Susulan dengan
format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
(2) PT Asabri (Persero) mengajukan tagihan biaya cetak Dapem kepada
Kuasa· PA c.q. PPK dengan format sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini.
(3) Pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) dan ayat (2)
dibuat dalam 3 (tiga) rangkap disertai dokumen sebagai berikut:
a. kuitansi/tanda terima senilai tagihan yang ditandatangani oleh
pejabat PT ASABRI (Persero) dengan format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran V yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini;
b. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPT JM) yang
ditandatangani oleh pejabat PT Asabri (Persero) dengan format
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.

Pasal 7

(1) PPK melakukan pengujian atas tagihan yang diajukan oleh PT Asabri
(Persero), meliputi:
a. ketersediaan dana dalam DIPA;
b. kesesuaian jumlah tagihan dengan kuitansi dan SPT JM; dan
c. kelengkapan dokumen tagihan.
(2) Berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
PPK menerbitkan dan menyampaikan Sural Permintaan Pembayaran
Langsung (SPP-LS) kepada PP-SPM dengan dilampiri:
a. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB) dari PPK
dengan format sebagaimana diletapkan dalam Lampiran VII yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini; dan
b. Kuitansiltanda terima yang telah disetujui oleh PPK.
(3) Dalam hal PPK berhalangan, maka pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pejabat yang
Melaksanakan Tugas Kuasa PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (2), sepanjang tidak merangkap sebagai PP-SPM.

Pasal 8

(1) PP-SPM melakukan pengujian SPP-LS dan lampirannya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2), meliputi:
a. ketersediaan dana dalam OIPA;
-b. kelengkapan dan keabsahan dokumen;
c. jumlah permintaan pembayaran: dan
d. kesesuaian nomor rekening:
(2) Berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
PP-SPM menerbitkan SPM·LS sebesar nilai bruto tagihan.
(3) SPM-LS sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) disampaikan kepada
KPPN sesuai OIPA dengan dilampiri SPTB dari PPK.
(4) Oalam hal PP-SPM berhalangan, maka pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud pad a aya! (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
Pejabat yang Melaksanakan Tugas Kuasa PA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), sepanjang tidak merangkap
sebagai PPK.

Pasal 9

(1) KPPN melakukan pengujian atas SPM-LS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 aya! (2) meliputi:
a. ketersediaan dana dalam OIPA;
b. kesesuaian SPM-LS dengan SPTB dari PPK;
c. kesesuaian tanda tangan PP-SPM dengan specimen tanda
tangan; dan
d. kebenaran penulisan jumlah uang dalam angka dan huruf.
(2) Berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Oana (SP2D).

Pasal 10

(1) Pencairan dana belanja pensiun atas dasar Oapem Induk dan NonOapem
ke rekening PT ASABRI (Persero) dilaksanakan 3 (tiga) hari
kerja sebelum awal bulan pembayaran pensiun.
(2) Pencairan dana belanja pensiun atas dasar Dapem Susulan ke
rekening PT ASABRI (Persero) dilaksanakan 2 hari kerja setelah
diterimanya tagihan.
(3) Pencairan dana biaya cetak dapem ke rekening PT ASABRI (Persero)
dilaksanakan 2 hari kerja setelah diterimanya tagihan.

Pasal11

Tata cara pencairan dana belanja pensiun untuk bulan Januari diatur
tersendiri oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

BAB V

PEMBAYARAN PENSIUN

Pasal 12

PT Asabri (Persero) menyelenggarakan pembayaran pensiun kepada
penerima pensiun Prajurit TNI, Anggota Polri, dan PNS Kementerian
Pertahanan/Polri yang pensiun setelah 1 April 1989.

Pasal 13

(1) Pembayaran pensiun dapat dilakukan secara tunai atau melalui
rekening.
(2) Dalam rangka pembayaran pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), PT Asabri (Persero) dapat melakukan kerjasama dengan pihak
ketiga.

Pasal 14

(1) PT Asabri (Persero) bertanggung jawab untuk memastikan keberadaan
penerima pensiun.
(2) Dalam hal terjadi kelebihan dan/atau keterlanjuran pembayaran
pensiun kepada yang tidak berhak, PT Asabri (Persero) wajib
melakukan penagihan kepada penerima pensiun dan/atau ahli waris
dan menyetorkannya ke Kas Negara.
(3) Dalam hal terdapat kelebihan danlatau keterlanjuran pembayaran yang
tidak dapat ditagih, diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundangundangan.

Pasal 15

PT Asabri (Persero) bertanggungjawab sepenuhnya atas kebenaran
pembayaran pensiun yang dilakukan.

BAB VI

PENYETORAN UANG PENSIUN

Pasal 16

(1) Apabila penerima pensiun secara tunai tidak mengambil uang pensiun
selama 3 (tiga) bulan "berturut-turut, maka PT Asabri (Persero) harus
menghentikan sementara pembayaran pensiun kepada yang
bersangkutan.
(2) Dalam hal sampai dengan 6 (enam) bulan uang pensiun sebagaimana
dimaksud pad a ayat (1) tidak diambil oleh penerima pensiun, maka
pada bulan berikutnya PT Asabri (Persero) harus menyetor seluruh
uang pensiun yang tidak diambil oleh yang bersangkutan ke Kas

Pasal 17

(1) Apabila berdasarkan laporan semesteran dari bank terdapat penerima
pensiun melalui rekening yang belum/tidak mengambil uang pensiun,
PT Asabri (Persero) harus menghentikan sementara pembayaran
pensiun bulan berikutnya kepada yang bersangkutan.
(2) Dalam hal sampai dengan 3 (tiga) bulan sejak diterimanya laporan
semesteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keberadaan
penerima pensiun tidak dapat dibuktikan dan/atau uang pensiun
belumltidak diambil, maka pada bulan berikutnya PT Asabri (Persero)
harus menyetor seluruh uang pensiun yang tidak diambil oleh yang
bersangkutan ke Kas Negara.

Pasal18

Dalam hal terjadi retur uang pensiun, PT Asabri (Persero) harus menyetor
retur uang pensiun tersebut ke Kas Negara pada bulan berikutnya .

BAB VII

PEMBAYARAN KEMBALI UANG PENSIUN
YANG TELAH DISETOR KE KAS NEGARA

Pasal 19

(1) Uang pensiun yang telah disetor ke Kas Negara dapat dibayar kembali
apabila penerima pensiun yang bersangkutan mengajukan permintaan
pembayaran.
(2) Tata cara pembayaran kembali uang pensiun yang telah disetor ke Kas
Negara agar mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan.

BAB VIII

PENATAUSAHAAN DAN PENYETORAN
POTONGAN PEMBAYARAN PENSIUN

Pasal 20

(1) PT Asabri (Persero) harus memotong, menyimpan, membayar atau
menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
potongan belanja pensiun yang menjadi hak Negara untuk keuntungan
Kas Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) PT Asabri (Persero) harus melakukan potongan alimentasi
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(3) PT Asabri (Persero) harus menyetorkan potongan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ke Kas Negara.

BAB IX

PERTANGGUNGJAWABAN PEMBAYARAN PENSIUN

Pasal 21
PT Asabri (Persero) bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi dan
menyimpan dokumen pembayaran pensiun.

Pasal 22

(1) Atas dasar hasil verifikasi pembayaran pensiun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, PT Asabri (Persero) menyusun
pertanggungjawaban pembayaran pensiun berupa:
a. LRPP dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran
VIII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini;
b. LSUP dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini;
(2) PT ASABRI (Persero) menyampaikan LRPP, dan LSUP
sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan paling lambat tang gal 20 setelah bulan pembayaran
dengan dilampiri:
a. Rekapitulasi Surat Setoran Pajak (SSP) atas pajak yang telah
disetorkan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini;
b. Rekapitulasi Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP}/Surat Setoran
Pengembalian belanja (SSP B) alas pengembalian belanja pensiun
yang sudah disetor ke Kas Negara sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran XI yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan ini.

BAB X

PERHITUNGAN PENCAIRAN DAN REALISASI BELANJA PENSIUN

Pasal 23

(1) Perhitungan pencairan dan realisasi belanja pensiun dilakukan seliap
bulan, paling lambat tanggal 25 setelah bulan pembayaran.
(2) Dalam hal tanggal 25 hari libur atau diliburkan, perhitungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
(3) Perhitungan dilakukan oleh dua pihak antara Direktorat Jenderal
Perbendaharaan dan PT Asabri (Persero) dengan membandingkan
SP2D-LS dengan pertanggungjawaban pembayaran pensiun
sebagaimana dimaksud pada Pasal22, untuk bulan berkenaan.
(4) Hasil perhitungan dituangkan dalam Berita Acara Perhitungan
Pencairan dan Realisasi Belanja Pensiun dengan format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran XII yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
(5) Berita Acara Perhitungan Pencaiian dan Realisasi Belanja Pensiun
sebagaimana dimaksud pad a ayat (4) digunakan sebagai:
a. dasar pencairan kekurangan dana belanja pensiun oleh PT Asabri
(Persero), dalam hal terdapat kekurangan pencairan dana belanja
pensiun; atau
b. dasar penagihan bagi Direktorat Jendaral Perbendaharaan kepada
PT Asabri (Persero), dalam hal terdapat kelebihan pencairan dana
Belanja pensiun yang bersangkutan.
(6) Pencairan dana belanja pensiun atas tagihan kekurangan belanja
pensiun berdasarkan Berita Acara Perhitungan Pencairan dan
Realisasi Belanja Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf
a paling lambat 2 hari kerja setelah diterimanya tagihan.
(7) Kelebihan pencairan dana belanja pensiun berdasarkan Berita Acara
Perhitungan Pencairan dan Realisasi Belanja Pensiun sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b disetorkan ke Kas Negara sebelum
pencairan belanja pensiun berikutnya.

BAB XI

PENGAWASAN

Pasal 24

(1) Apabila diperlukan, Kuasa PA dapat meminta bantuan kepada Aparat
Pengawas Internal Pemerintah (APIP) untuk melakukan pemeriksaan
Dan/atau Kantor Direktorat Jendefal Perbendaharaan untuk
melakukan penelitian terhadap pelaksanaan pembayaran pensiun
yang dilaksanakan oleh PT Asabri (Persero).
(2) Hasil pemeriksaan dan/atau hasil peneliiian. sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada Kuasa PA sebagai bahan evaluasi
pencairan dan pertanggungjawaban pembayaran pensiun yang
dilaksanakan oleh PT Asabri (Persero)

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25

(1) Saldo yang timbul akibat uang pensiun yang belumltidak diambil
sampai dengan pembayaran pensiun bulan Desember 2010,
diadministrasikan oleh PT Asabri (Persero) berdasarkan Surat Edaran
Bersama Direktorat Jenderal Anggaran dengan PT Asabri (Persero)
Nomor SE-2201Al2003 dan SE/05-ASIXl2003 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Pembayaran Pensiun Prajurit TNI, Anggota Polri,
dan PNS DephanlTNIIPolri.
(2) Format yang digunakan untuk pencairan dan pertanggungjawaban
belanja pensiun bulan Januari dan Februari 2011 dibuat sesuai dengan
Surat Edaran Bersama Direktorat Jenderal Anggaran dengan PT
Asabri (Persero) Nomor SE-2201Al2003 dan SE/05-ASIXl2003 tentang
Tata Cara Penyelenggaraan Pembayaran Pensiun P raj urit TNI,
Anggota Polri, dan PNS Dephan/TNIIPolri.

Pasal 26

Kecuali untuk ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 25, pada sa at
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharan ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bersama Direktorat Jenderal Anggaran dengan PT Asabri
(Persero) Nomor SE-2201Al2003 dan SE-05-ASIXl2003 Perihal Tata Cara
Penyelenggaraan Pembayaran Pensiun Prajurit TNI, Anggota POLRI, dan
PNS Dephan/TNI/POLRI dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar