Kamis, 19 Mei 2011

PER-14/PB/2010

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
PERA TURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
NOMOR PER-14/PB/2010
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA MELALUI BANK OPERASIONAL I
MITRA KERJA KANTOR PELA YANAN PERBENDAHARAAN NEGARA
DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN,
Menimbang :

bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
98/PMK.05/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Rekening Penge/uaran
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bersaldo Nihil Dalam Rangka
Penerapan Treasury Single Account (TSA) , perlu menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyaluran Dana melalui Bank Operasional I Mitra Kerja Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2003,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
.Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4738) ;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK06/2006 tentang
Pemilihan Bank Operasional I Mitra Kerja Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara;
p. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.05/2007 tentang
Pelaksanaan Rekening Pengeluaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara Bersaldo Nihil Da/am Rangka Penerapan Treasury Single
Account (TSA);
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK01/2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK01/2008;
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK01/2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal
Perbendaharaan;
Menetapkan
9. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-11/PB/2010
tentang Tata Cara Pengelolaan Rekening Pengeluaran Kuasa
Bendahara Umum Negara Pusat;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA MELALUI BANK
OPERASIONAL I MITRA KERJA KANTOR PELA YANAN
PERBENDAHARAAN NEGARA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini yang dimaksud
dengan:
1. Kuasa Bendahara Umum Negara Pus at, yang selanjutnya disebut Kuasa
BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat lain
yang diberi kuasa.
2. Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah, yang selanjutnya disebut
Kuasa BUN di daerah adalah Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara.
3. Direktorat Pengelolaan Kas Negara adalah unit eselon II pad a Direktorat
Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas menyiapkan
perumusan kebijakan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
verifikasi dan pemberian bimbingan teknis di bidang pengelolaan kas dan
program pensiun serta pelaksanaan akuntansi atas transaksi keuangan
melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara berdasarkan kebijakan teknis
yang ditetapkan Direktur Jenderal.
4. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan adalah instansi
vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
5. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, yang selanjutnya disingkat
KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang
memperoleh kewenangan selaku Kuasa BUN, berada dibawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.
6. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk
menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh
pengeluaran negara.
7. Rekening Kas Umum Negara, yang selanjutnya disingkat RKUN adalah
rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh
penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada
bank sentral.
8. Rekening Pengeluaran Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat, yang
selanjutnya disebut RPK-BUN-P adalah rekening yang dibuka oleh
Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat atau pejabat
yang diberi kuasa di Bank Operasional Pusat.
9. Rekening Pengeluaran Kuasa Bendahara Umum Negara Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara, yang selanjutnya disebut RPKBUN
KPPN adalah rekening yang dibuka oleh Kepala KPPN selaku Kuasa
BUN di daerah pada Bank Operasionall.
10. Bank Operasional Pusat, yang selanjutnya disebut BO Pusat adalah bank
operasional mitra kerja Kuasa BUN Pusat yang merupakan bank pusat
dari Bank Operasional I atau kantor cabang yang ditunjuk dan sebagai
pemegang RPK-BUN-P.
11. Bank Operasional I, yang selanjutnya disebut BO I adalah bank
operasional mitra kerja Kuasa BUN di daerah yang menyalurkan dana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pengeluaran
non-gaji (termasuk kekurangan gaji dan gaji susulan), Uang Persediaan,
dan dana Perhitungan Fihak Ketiga.
12. Surat Perintah Pencairan Dana, yang selanjutnya disebut SP2D, adalah
surat perintah yang diterbitkan oleh Kepala KPPN selaku Kuasa BUN di
daerah atau pejabat lain yang ditunjuk untuk pelaksanaan pengeluaran
atas beban APBN berdasarkan Surat Perintah Membayar.
13. Surat Perintah Transfer, yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat
perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN di daerah untuk
pemindahan dana dari BO I ke BO II dan/atau kantor pos dalam rangka
penyediaan dana.
14. Rekapitulasi Penarikan Dana adalah dokumen yang dikeluarkan oleh BO
Pusat yang merupakan bukti penarikan dana oleh BO I untuk pencairan
SP2D non-gaji per KPPN termasuk penarikan dana untuk mengisi
Rekening BO II.
15. Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya
disebut Sistem BI RTGS adalah sistem transfer dana elektronik antar
peserta dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika per transaksi secara individual.
16. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disingkat SKN
BI adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan
kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
17. Kliring Lokal adalah kliring antar bank di suatu wilayah kliring yaitu suatu
wilayah tertentu yang memungkinkan pelaksanaan kliring dalam jadwal
Kliring Lokal yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
18. Cash Management System, yang selanjutnya disingkat CMS adalah
sistem informasi yang memuat data mutasi dana pada rekening RPKBUN-
P dan rekening RPKBUN KPPN secara online-real time melalui
sarana elektronik.
19. Hari ke~a adalah hari sebagaimana tersebut pada penanggalan yang
secara resmi dinyatakan sebagai bukan hari libur/yang diliburkan oleh
Pemerintah.
20. Keadaan Kahar (force majeure) adalah suatu kejadian yang terjadi di luar
kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu
kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut seperti: keadaan di luar
kendali dan kemampuannya termasuk tapi tidak terbatas pada peraturan,
bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan
atau tidak dinyatakan), pemberontak~m, revolusi, makar, huru-hara,
terorisme, wabah/epidemic dan diketahui secara luas

BAB II

TATA CARA PELAKSANAAN

Bagian Kesatu

Prinsip Dasar Pelaksanaan

Pasal2

(1) Direktur Jenderal Perbendaharaan menunjuk bank umum yang
ditugaskan sebagai Bank Operasional.
(2) Penunjukan Bank Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
tata cara pengadaan barang/jasa pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pekerjaan jasa pelayanan perbankan
sebagai BO I dituangkan dalam kontrak jasa pelayanan perbankan antara
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan direksi bank yang ditunjuk
sebagai BO I.

Pasal3

(1) Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat membuka
RPK-BUN-P di masing-masing BO Pusat.
(2) RPK-BUN-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk
menampung dana yang akan digunakan oleh KPPN untuk membiayai
pengeluaran negara.
(3) KPPN selaku Kuasa BUN di daerah membuka satu rekening
pengeluaran dengan nama RPKBUN KPPN pada BO I.
(4) RPK-BUN-P dan RPKBUN KPPN setiap akhir hari kerja harus nihil.
Bagian Kedua
Tata Cara Pelaksanaan pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara

Pasal4

(1) Direktorat Pengelolaan Kas Negara setiap akhir hari kerja menerima
permintaan perkiraan kebutuhan dana dari KPPN untuk keperluan
pengeluaran hari ke~a berikutnya..
(2) Direktorat Pengelolaan Kas Negara setiap awal hari kerja
memindahbukukan/mentransfer dana dari RKUN ke RPK-BUN-P
sebesar perkiraan kebutuhan dana dari KPPN.
(3) Pemindahbukuan/transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan pada hari berkenaan dengan tambahan tidak lebih dari 20%
(dua puluh per seratus) tidak termasuk dana untuk pembayaran gaji
bulanan, Dana Alokasi U-4m-um (DAU), Subsidi, dan Belanja Pensiun. ~l
(4) Direktorat Pengelolaan Kas Negara memindahbukukan/mentransfer
dana tambahan dari RKUN ke RPK-BUN-P berdasarkan surat
permintaan tambahan dana dari KPPN.
(5) Pemindahbukuan/transfer dana tambahan sebagaimana dimaksud pad a
ayat (4) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pemindahbukuan/transfer dana tambahan dari RKUN ke RPK-BUN-P
dalam rangka penyediaan dana tambahan keperluan KPPN pada BO
I yang berlokasi di Indonesia Bagian Timur dengan waktu Indonesia
Bagian Timur, dilakukan paling lambat Puku113.00 WIB;
b. pemindahbukuan/transfer dana tambahan dari RKUN ke RPK-BUN-P
dalam rangka penyediaan dana tambahan keperluan KPPN pada BO
I yang berlokasi di Indonesia Bagian Tengah dengan waktu
Indonesia BagianTengah, dilakukan paling lambat Puku114.00 WIB;
c. pemindahbukuan/transfer dana tambahan dari RKUN ke RPK-BUN-P
dalam rangka penyediaan dana tambahan keperluan KPPN pad a BO
I yang berlokasi di Indonesia Bagian Barat dengan waktu Indonesia
Bagian Barat, dilakukan paling lambat Puku115.00 WIB.
(6) Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan pembukuan atas
pemindahbukuan/transfer dana dari RKUN ke RPK-BUN-P agar
berpedoman pad a Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
mengenai tata cara pengelolaan rekening pengeluaran Kuasa BUN
Pusat.

Bagian Ketiga

Tata Cara Pelaksanaan pada BO Pusat

Pasal5

(1) RPK-BUN-P pada setiap awal hari kerja menerima pengisian dana dari
RKUN.
(2) RPK-BUN-P menerima pengisian tambahan dana dari RKUN dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. untuk RPK-BUN-P dalam rangka penyediaan dana untuk KPPN pada
BO I yang berlokasi di Indonesia Bagian Timur dengan waktu
Indonesia Bagian Timur paling lambat Puku113.30 WIB;
b. untuk RPK-BUN-P dalam rangka penyediaan dana untuk KPPN pada
BO I yang berlokasi di Indonesia Bagian Tengah dengan waktu
Indonesia Bagian Tengah paling lambat Puku114.30 WIB;
c. untuk RPK-BUN-P dalam rangka penyediaan dana untuk KPPN pada
BO I yang berlokasi di Indonesia Bagian Barat dengan waktu
Indonesia Bagian Barat paling lambat Puku115.30 WIB.
(3) Pendebetan dana pad a RPK-BUN-P dilakukan oleh BO I guna pencairan
SP2D dan SPT.
(4) Saldo RPK-BUN-P pada akhir hari kerja harus dinihilkan paling cepat
Puku116.30 waktu setempat dan paling lambat Puku117.30 WIS.
(5) Penihilan RPK-BUN-P pada akhir tahun anggaran dilakukan sesuai r
peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Tata Cara Pelaksanaan pada KPPN

Pasal6

(1) KPPN setiap hari menyampaikan perkiraan kebutuhan dana untuk hari
berikutnya ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara paling lambat Pukul
16.00 waktu setempat.
(2) Perkiraan kebutuhan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup kebutuhan dana dalam rangka pencairan SP2D dan SPT
termasuk kebutuhan dana untuk pencairan SP2D yang dikembalikan
B0 I.
(3) Penyampaian perkiraan kebutuhan dana kepada Direktorat Pengelolaan
Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan
program aplikasi e-kirana atau sarana tercepat lainnya apabila
pengiriman melalui e-kirana tidak dapat dilakukan.

Pasal 7

(1) Dalam hal terjadi kekurangan dana, KPPN dapat mengajukan
permintaan tambahan kebutuhan dana kepada Direktorat Pengelolaan
Kas Negara paling lambat Pukul13.4S waktu setempat.
(2) Penyampaian permintaan tambahan kebutuhan dana kepada Direktorat
Pengelolaan Kas Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan program aplikasi e-kirana atau sarana tercepat lainnya
apabila pengiriman melalui e-kirana tidak dapat dilakukan.

Pasal 8

(1) KPPN menerbitkan SP2D Gaji 8ulanan bertanggal1 bulan berikutnya.
(2) Dalam hal tanggal 1 adalah hari libur/diliburkan, SP2D Gaji bulan
berkenaan diterbitkan dan diberi tanggal hari kerja berikutnya.

Pasal9

(1) KPPN menerbitkan SPT sebesar jumlah SP2D Non-Gaji untuk mengisi
dana rekening pengeluaran pada kantor pos, sesuai format
sebagaimana yang ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan ini.
(2) KPPN menerbitkan SPT sebesar jumlah SP2D Gaji untuk mengisi dana
rekening pengeluaran pada 80 II dan/atau kantor pos guna
pembayaran gaji.
(3) SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan paling cepat 3
(tiga) hari kalender sebelum tanggal pembayaran gaji sesuai format
sebagaimana yang ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan ini.
Dalam hal 3 (tiga) hari kalender sebelum tanggal pembayaran gaji
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah hari libur/diliburkan,
penerbitan SPT dilakukan paling cepat pada hari kerja sebelum had·,
libur/dilibwkan.

Pasal 10

(1) KPPN mengirimkan SP2D/SPT kepada BO I secara bertahap mulai
Pukul 8.00 sampai dengan Puku115.00 waktu setempat.
(2) KPPN mengirimkan SPT kepada BO I untuk SP2D yang dibayar melalui
kantor pos secara bertahap mulai Pukul 08.00 sampai dengan Pukul
14.00 waktu setempat.
(3) KPPN mengirimkan SP2D kepada kantor pos secara bertahap mulai
Pukul 08.00 sampai dengan Puku114.00 waktu setempat.
(4) KPPN mengirimkan SP2D Gaji kepada BO II/kantor pos paling lambat 5
(lima) hari kalender sebelum tanggal pembayaran gaji.
(5) Dalam hal terjadi pengembalian SP2D/SPT oleh BO I karena diterima
oleh BO I setelah Pukul 15.00 waktu setempat atau karena dananya
tidak tersedia atau tidak cukup tersedia pada RPK-BUN-P sampai
dengan Pukul 15.30 waktu setempat, KPPN mengirimkan kembali
SP2D/SPT dimaksud pada hari kerja berikutnya paling lambat Pukul
08.00 waktu setempat.

Pasal11

KPPN membukukan pad a masing-masing Buku Bank/Kantor Pos atas:
a. SP2D yang diterbitkan;
b. Advis kredit penerimaan dana pada RPKBUN KPPN/rekening BO
II/rekening pengeluaran pad a kantor pos; dan
c. Advis debet pengisian dana rekening BO Ilirekening pengeluaran pada
kantor pos dari RPKBUN KPPN.

Bagian Kelima

Tata Cara Pelaksanaan pad a BO I

Pasal 12

(1) BO I menerima SP2D/SPT beserta daftar pengujinya dari KPPN mulai
Pukul 08.00 sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat dengan
membubuhi stempel waktu pada daftar penguji/pengantar
bersangkutan.
(2) Atas dasar SP2D/SPT yang diterima dari KPPN, BO I segera mendebet
RPK-BUN-P sebesar jumlah yang tercantum dalam SP2D/SPT
berkenaan dan mengkreditkan untuk untung RPKBUN KPPN, dan
selanjutnya dilakukan pemindahbukuan/transfer kepada yang berhak.
(3) Pemindahbukuan/transfer kepada yang berhak sebagaimana dimaksud
pad a ayat (2) dilakukan sesuai dengan tanggal, nomor, nama rekening,
nama bank/kantor pos yang ditunjuk, dan jumlah uang yang tercantum
dalam SP2D/SPT.
(4) Pemindahbukuan/transfer atas dana SP2D kepada yang berhak
sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
a. SP2D yang diterima oleh BO I sampai dengan Pukul 11.00 waktu
setempat, dananya dipindahbukukan/ditransfer melalui BI
RTGS/SKN BI ke rekening yang berhak paling lambat 2 (dua) jam
sejak SP2D diterima oleh BO I;
b. SP2D yang diterima oleh BO I setelah Pukul 11.00 sampai dengan
Pukul 12.00 waktu setempat, dananya dipindahbukukan/ditransfer
melalui BI RTGS/SKN 81 ke rekening yang berhak paling lambat 2
(dua) jam sejak SP2D diterima oleh BO I;
c. SP2D yang diterima oleh BO I setelah Pukul 12.00 sampai dengan
Pukul 15.00 waktu setempat, dananya dipindahbukukan/ditransfer
melalui BI RTGS ke rekening yang berhak paling lambat Pukul 15.30
waktu setempat.
d. Pemindahbukuan/transter sebagaimana dimaksud pada huruf a,
hurut b, dan hurut c hanya berlaku untuk SP2D yang disertai
lampiran rekening penerima sampai dengan jumlah 100 (seratus)
rekening penerima.
(5) Dalam hal SP2D disertai lampiran rekening penerima diatas jumlah 100
(seratus) rekening penerima, pelaksanaan pemindahbukuan/tansfer
dilakukan berdasarkan penetapan Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.
(6) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan
memperhatikan prinsip transparansi dan akuntabilitas pengeloJaan
keuangan negara.
(7) BO I dapat mengembalikan SP2D/SPT, dalam hal SP2D/SPT
berkenaan disampaikan oleh KPPN:
a. setelah Puku115.00 waktu setempat untuk dicairkan pada hari kerja
berkenaan;
b. sebelum Puku115.00 waktu setempat untuk dicairkan pada hari kerja
berkenaan, apabila sampai dengan Pukul 15.30 waktu setempat
pada RPK-BUN-P tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana
untuk mencairkan SP2D/SPT dimaksud.
(8) Pengembalian SP2D/SPT ke KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) dilakukan oleh BO I menggunakan surat pengantar disertai
penjelasan tentang alasan pengembalian, dan tembusannya
disampaikan kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan setempat.
(9) BO I membuat advis kredit penerimaan dana atas pendebetan RPKBUN-
P.
(10) BO I memindahbukukan/mentranster sisa dana RPKBUN KPPN pada
akhir hari kerja ke RPK-BUN-P paling cepat Pukul 16.30 waktu
setempat dan paling lambat Puku117.30 WIB.
(11) Dalam hal terjadi. pengembalian/retur SP2D dari banklkantor pos
penerima, BO I wajib mempedomani Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan mengenai pengelolaan rekening pengembalian (retur)
SP2D.

BAB III

IMBALAN JASA PELAYANAN

Bagian Kesatu

Tata Cara Pembayaran Imbalan Jasa Pelayanan

Pasal 13

(1) BO I dapat diberikan imbalan atas jasa pelayanan perbankan yang
diberikannya.
(2) BO I dapat memberikan atau tidak mengajukan permintaan imbalan
atas jasa pelayanan perbankan yang diberikan kepada Pemerintah.
(3) BO I wajib menyetor ke Kas Negara, atas imbalan jasa pelayanan
perbankan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal14

(1) Pembayaran/penyetoran imbalan jasa pelayanan perbankan sebagai
BO I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Pembayaran dilakukan berdasarkan harga satuan sebagaimana
ditetapkan dalam kontrak jasa pelayanan perbankan.
b. Harga satuan sebagaimana dimaksud pada huruf a sudah termasuk
biaya jasa pelayanan perbankan pada BO Pusal.
c. Jumlah yang dibayarkan/disetorkan adalah sebesar nilai pekerjaan,
yaitu harga satuan dikalikan jumlah SP2D dan SPT yang diterbitkan
oleh KPPN yang dananya telah dipindahbukukan/ditransfer oleh BO I
kepada yang berhak dalam bulan berkenaan.
(2) Pada setiap awal bulan paling lambat pada hari kerja kelima KPPN
melaksanakan rekonsiliasi dengan BO I atas jumlah SP2D/SPT yang
diterbitkan oleh KPPN dan telah dipindahbukukan/ditransfer dananya
oleh BO I untuk bulan sebelumnya.
(3) Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke
dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR).
(4) BAR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dalam rangkap 5
(lima) sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. 2 (dua) lembar untuk penatausahaan BO I, dan selanjutnya 1 (satu)
lembar disampaikan ke Kantor Pusat BO I sebagai dasar
mengajukan tagihan kepada Pemerintah;
b. 3 (tiga) lembar untuk KPPN, selanjutnya KPPN menyampaikan 1
(satu) lembar ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara dan 1 (satu)
lembar ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
setempal.
(5) Berdasarkan BAR sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
a. Dalam hal BO I membayar imbalan jasa pelayanan perbankan
sebagai BO I kepada Pemerintah, KPPN memberitahukan BO I
besarnya nilai pekerjaan jasa pelayanan perbankan yang harusr
disetor untuk bulan berkenaan;
- 9-
b. Dalam hal BO I diberikan imbalan atas jasa pelayanan perbankan
kepada Pemerintah, KPPN melaporkan kepada Direktur Pengelolaan
Kas Negara besaran nilai pekerjaan yang berhak diterima BO I untuk
bulan berkenaan dengan dilampiri BAR sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b, sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
(6) Dalam hal BO I diberikan imbalan atas jasa pelayanan perbankan yang
diberikan kepada Pemerintah, Kantor Pusat BO I mengajukan surat
tagihan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur
Pengelolaan Kas Negara.
(7) Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sekurangkurangnya
memuat:
a. Nama dan nomor rekening penerima;
b. Nama bank dimana penerima membuka rekening;
c. Jumlah tagihan; dan
d. Bulan dan tahun tagihan.
(8) Surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7)
dilengkapi dengan dokumen:
a. Kwitansi dalam rangkap 3 (tiga), asli bermaterai cukup, contoh
format kwitansi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini;
b. Daftar Rekapitulasi SP2D/SPT sesuai dengan BAR bulan tertentu,
yang dikirim oleh BO I, sesuai contoh format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini;
c. Asli BAR.

Bagian Kedua

Penerbitan SPP, SPM, SP2D

Pasal 15

(1) Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) atas tagihan yang diajukan oleh BO I dan Surat
Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal14 ayat (6) sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Kepala KPPN berdasarkan SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menerbitkan SP2D sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

Tata Cara Penyetoran

Pasal 16

(1) Paling lambat 5 (lima) hari ke~a setelah diterimanya surat
pemberitahuan dari KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(5) huruf a, BO I wajib menyetor ke Kas Negara jasa pelayanar
perbankan sebagai BO I.
(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mengisi Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), Bagian Anggaran 999.99
Akun 423251 (Pendapatan atas Penerbitan SP2D/SPT Dalam Rangka
Treasury Single Account (TSA».
(3) BO I menyampaikan lembar ke-3 SSBP sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) kepada KPPN mitra kerja.
(4) KPPN berdasarkan lembar ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
membuat dan menyampaikan Laporan PNBP Pendapatan atas
Penerbitan SP2D/SPT Dalam Rangka TSA kepada Kepala Kant&
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap bulan, paling
lambat tanggal 15.
(5) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), membuat
Laporan Rekapitulasi PNBP Pendapatan atas Penerbitan SP2D/SPT
Dalam Rangka TSA untuk KPPN-KPPN di wilayah kerjanya.
(6) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pad a ayat (5) kepada
Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas
Negara setiap bulan, paling lambat tanggal 20 atau hari kerja berikutnya
jika tanggal 20 merupakan hari libur/diliburkan.

BABIV

LARANGAN

Pasal 17

(1) KPPN dilarang mengirimkan SP2D dan/atau SPT kepada BO 1 setelah
pukul 15.00 waktu setempat untuk dipindahbukukan/ditransfer ke
rekening yang berhak pada hari kerja berkenaan.
(2) BO I dilarang:
a. membebankan biaya jasa pelayanan perbankan termasuk biaya BI
RTGS/SKN BIIKliring Lokal kepada pihak yang tercantum dalam
SP2D/SPT.
b. menarik dana/mendebet RPK-BUN-P sebelum diterimanya
SP2D/SPT dari KPPN mitra kerja.
c. menariklmendebet RPK-BUN-P lebih besar dari jumlah dana yang
tercantum dalam SP2D/SPT.
d. melakukan tindakan baik langsung maupun tidak langsung yang
dapat mengakibatkan kE?terlambatan pemindahbukuan/transfer ke
rekening yang berhak.·

BABV

LAPORAN

Bagian Kesatu

Laporan pada BO Pusat

Pasal 18

(1) BO Pusat wajib membuat dan menyampaikan laporan harian kepada
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas
Negara.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) terdiri dari copy rekening
koran harian, advis kredit pengisian dana, dan advis debet penihilan
saldo RPK-BUN-P, serta Rekapitulasi Penarikan Dana per KPPN yang
telah dilegalisasi.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikirim dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. setiap akhir hari kerja dikirim melalui faksimile dan/atau e-mail;
b. paling lambat Pukul 09.00 WIB hari kerja berikutnya hard copy
laporan berkenaan harus sudah diterima Direktorat Pengelolaan Kas
Negara.
(4) Dalam hal BO Pusat tidak berkedudukan di Jakarta, laporan
sebagaimana dimaksud pad a ayat (3) huruf b harus sudah diterima
Direktorat Pengelolaan Kas Negara paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal laporan/transaksi.

Bagian Kedua

Laporan pada BO 1

Pasal 19

(1) BO I wajib menyampaikan laporan kepada KPPN mitra ke~a.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Laporan harian yaitu rekening koran harian, nota kredit penerimaan
dana di rekening BO 1 dan Daftar Rekapitulasi Nota Debet;
b. Laporan Bulanan, berupa bank statementlrekenig koran bulanan; dan
c. Daftar Laporan Transfer SP2D/SPT ke rekening yang berhak dengan
bukti BI RTGS/SKN BI.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf c
harus sudah diterima KPPN mitra kerja paling lambat Pukul 09.00 waktu
setempat hari kerja berikutnya.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) huruf b harus sudah
diterima KPPN mitra kerja pada bulan berikutnya paling lambat tanggal
5 (lima) atau hari kerja berikutnya apabila tanggal 5 merupakan hari
libur/diliburkan. (

Bagian Ketiga

Laporan pad a Direktorat Pengelolaan Kas Negara

Pasal 20

(1) Direktorat Pengelolaan Kas Negara membuat laporan atas terjadinya
pengeluaran dana dari RKUN ke RPK-BUN-P dan dari RPK-BUN-P ke
RPKBUN KPPN.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada pad a ayat (1) dibuat sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
(3) Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan rekonsiliasi data atas
kiriman dana RPK-BUN-P ke RPKBUN KPPN dengan penerimaan dana
RPKBUN KPPN dari RPK-BUN-P.

Bagian Keempat

Laporan pada KPPN

Pasal21

(1) KPPN membuat laporan atas terjadinya penerimaan dana dari RPKBUN-
P ke RPKBUN KPPN dan pengeluaran dari RPKBUN KPPN ke
rekening pihak ketiga.
(2) Laporan pada ayat (1) dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintah.
(3) KPPN meJakukan rekonsiliasi data atas penerimaan dana RPKBUN
KPPN dengan kiriman dana dari RPK-BUN-P.

BAB VI

GANGGUAN JARINGAN

Bagian Kesatu

Gangguan Jaringan Sistem BI RTGS

Pasal22

(1) BO I wajib memberitahukan secara tertulis kepada KPPN apabila
terjadi gangguan pada jaringan sistem BI RTGS disertai penjelasan
penyebab terjadinya gangguan.
(2) Dalam hal terjadi gangguan jaringan sistem BJ RTGS, BO I wajib:
a. melakukan pemindahbukuan/transfer melalui SKN Bl/Kliring Lokall
BO Pusat pada hari kerja bersangkutan paling lambat Pukul 16.30
waktu setempat.
b. memindahbukukan/mentransfer saldo RPKBUN KPPN paling cepat
Pukul 16.30 waktu setempat dan paling lambat Pukul 17.30 waktu
setempat. '

Pasal23

(1) Berdasarkan laporan BO I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(1), KPPN meminta konfirmasi kepada Bank Indonesia.
(2) Dalam hal konfirmasi Bank Indonesia bahwa tidak terjadi gangguan
sistem jaringan sebagaimana dilaporkan 80 I, KPPN wajib: r - 13-
a. memberikan peringatan pertama dan/atau sanksi denda kepada BOI;
b. meminta BO I untuk membuat pernyataan untuk tidak mengulangi
kesalahan tersebut;
c. menyampaikan tembusan surat sebagaimana dimaksud pada huruf
a dan huruf b kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(3) Dalam hal BO I melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya,
KPPN melaporkan hal tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan mengenakan sanksi denda
kepada BO I.
(4) Berdasarkan laporan KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
memberikan peringatan kedua kepada BO I dan melaporkan pemberian
peringatan tersebut kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(5) Berdasarkan laporan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur
Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan
memberikan peringatan ketiga kepada BO I dengan tembusan kepada
direksi BO I.
(6) Apabila dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya peringatan
ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (5) BO I tidak memberikan
tanggapan yang memadai, Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat
melakukan pemutusan kontrak jasa layanan perbankan secara sepihak
untuk BO I berkenaan.

Bagian Kedua

Gangguan Jaringan Sistem BI RTGS BO Pusat

Pasal24

(1) Dalam hal terjadi gangguan jaringan sistem BI RTGS, BO Pusat wajib
menyampaikan laporan kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
(2) Berdasarkan laporan BO Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Direktorat Pengelolaan Kas Negara meminta konfirmasi kepada Bank
Indonesia.
(3) Dalam hal konfirmasi Bank Indonesia bahwa tidak terjadi gangguan
jaringan sebagaimana dilaporkan BO Pusat. Direktur Pengelolaan Kas
Negara wajib:
a. memberikan peringatan pertama dan/atau sanksi denda kepada BO
Pusat;
b. meminta BO Pusat untuk membuat pernyataan untuk tidak
mengulangi kesalahan tersebut;
c. menyampaikan tembusan surat sebagaimana dimaksud pada huruf
a. dan huruf b. kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(4) Dalam hal BO Pusat melakukan kesaJahan yang sama untuk kedua
kalinya, Direktur Pengelolaan Kas Negara melaporkan hal tersebut
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan mengenakan sanksi
denda kepada BO Pusat. t - 14 - l
(5) Berdasarkan laporan Direktur Pengelolaan Kas Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Perbendaharaan
memberikan peringatan kedua kepada BO Pusat dengan tembusan
kepada direksi BO Pusal.
(6) Apabila dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya Peringatan
Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) BO Pusat tidak
memberikan tanggapan yang memadai, Direktur Jenderal
Perbendaharaan dapat melakukan pemutusan kontrak jasa layanan
perbankan secara sepihak kepada BO Pusat berkenaan.

Bagian Ketiga

Gangguan Jaringan Sistem Kerja Internal BO I

Pasal25

(1) Dalam hal terjadi gangguan jaringan sistem kerja internal BO I, maka
BO I wajib:
a. menyampaikan laporan kepada KPPN disertai penjelasan mengenai
penyebab terjadinya gangguan;
b. menerima SP2D/SPT yang disampaikan oleh KPPN paling lambat
Puku115.00 waktu setempat.
c. melakukan pemindahbukuan/transfer dana SP2D/SPT kepada yang
berhak pada hari kerja berkenaan melalui BO Pusat atau kantor
cabang yang ditunjuk oleh BO Pusal.
d. memindahbukukan/mentransfer saldo pada RPKBUN KPPN ke
RPK-BUN-P paling cepat Pukul 16.30 waktu setempat dan paling
lambat Pukul17 .30 waktu setempal.
(2) Berdasarkan laporan gangguan jaringan sistem kerja internal BO I
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, KPPN melaporkan
kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penelitian.
penelusuran, dan evaluasi serta memberitahukan hasilnya kepada
KPPN.
(4) Dalam melakukan penelitian, penelusuran. dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan dapat meminta bantuan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
(5) Dalam hal hasil penelitian, penelusuran, dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ditemukan bahwa laporan BO I tersebut tidak
benar, maka KPPN:
a. memberikan peringatan pertama dan/atau sanksi denda kepada BO I
b. meminta BO I untuk membuat pernyataan tidak mengulangi
kesalahan yang sama, dan tembusannya disampaikan kepada
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
c. melaporkan tindakan sebagaimana dimaksud pada huruf a. dan
huruf b. kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.. t (6) Dalam hal BO I menyampaikan laporan yang tidak benar untuk kedua
kalinya, KPPN wajib:
a. melaporkan hal tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan;
b. mengenakan sanksi denda kepada 80 I.
(7) 8erdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hurut a,
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan memberikan
peringatan kedua kepada 80 I dan melaporkannya kepada Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
(8) 8erdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur
Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan
memberikan peringatan ketiga kepada 80 I.
(9) Apabila dalam waktu 5 (lima) hari ke~a sejak diterbitkan peringatan
ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (8) 80 I tidak memberikan
tanggapan yang memadai, Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat
melakukan pemutusan kontrak jasa layanan perbankan secara sepihak
kepada B0 I berkenaan.

Bagian Keempat

Gangguan Jaringan Sistem Kerja Internal 80 Pusat

Pasal26

(1) Dalam hal terjadi gangguan jaringan sistem kerja internal pada 80
Pusat, maka 80 Pusat wajib:
a. Memberitahukan secara tertulis terjadinya gangguan kepada
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan
Kas Negara disertai penjeJasan mengenai penyebab terjadinya
gangguan.
b. Memindahbukukan/mentranster saldo RPK-8UN-P ke RKUN
paling cepat Pukul 16.30 waktu setempat dan paling lambat Pukul
17.30 waktu setempat.
(2) Direktorat Pengelolaan Kas Negara, berdasarkan pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melakukan penelitian,
penelusuran, dan evaluasi.
(3) Dalam melaksanakan penelitian, penelusuran, dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Pengelolaan Kas
Negara dapat mengikutsertakan Inspektorat Jenderal Departemen
Keuangan atau BPKP.
(4) Dalam hal hasil penelitian, penelusuran, dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menyatakan bahwa laporan 80 Pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak benar, Direktur
Pengelolaan Kas Negara menetapkan peringatan pertama dan/atau
sanksi denda kepada 80 Pusat.
(5) Tembusan surat peringatan dan pengenaan sanksi denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Direktur
Jenderal Perbendaharaan.
(6) Dalam hal 80 Pusat melakukan kesalahan yang sama untuk kedua
kalinya, Direktur'Pengelolaan Kas Negara:
a. mel.aporkankepada Direktur Jenderal Perbendaharaan;
b. mengenakan sanksi denda kepada B0 Pusat.
(7) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur
Jenderal Perbendaharaan memberikan peringatan kedua kepada BO
Pusat.
(8) Apabila dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya peringatan
kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7) BO Pusat tidak
memberikan tanggapan yang memadai, Direktur Jenderal
Perbendaharaan dapat melakukan pemutusan kontrak jasa layanan
perbankan kepada BO Pusat berkenaan dan pada saat yang sarna
direksi BO Pusat wajib mengganti dengan Kantor PusaUBank Cabang
lainnya untuk berfungsi sebagai BO Pusat.

BAB VII

SURAT PERINGATAN

Bagian Kesatu

Surat Peringatan kepada BO Pusat

Pasal27

(1) Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan surat peringatan
kepada pimpinan BO Pusat, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Surat Peringatan Pertama dalam hal tidaklterlambat
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (3) dan ayat (4);
b. Surat Peringatan Kedua, apabila Surat Peringatan Pertama
sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu 5 (lima) hari
kerja tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan dari BO Pusat
tidak menyelesaikan permasalahan.
(2) Direktur Pengelolaan Kas Negara melaporkan kepada Direktur
Jenderal Perbendaharaan apabila dalam waktu 5 (lima) hari ke~a BO
Pusat tidak memberikan tanggapan atau tanggapan yang diberikan
tidak menyelesaikan permasalahan.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur
Jenderal Perbendaharaan memberikan Surat Peringatan Ketiga
kepada pimpinan BO Pusat.
(4) Dalam hal pimpinan BO Pusat tidak memberikan tanggapan atau
memberikan tanggapan tapi tidak menyelesaikan permasalahan dalam
waktu 5 (lima) hari ke~a sejak diterbitkannya Surat Peringatan Ketiga
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal
Perbendaharaan memberitahukan kepada pimpinan BO Pusat untuk
mengganti BO Pusat bersangkutan dengan BO Pusat lainnya
(5) Pimpinan BO Pusat wajib mengganti BO Pusat yang lama dengan BO
Pusat yang baru dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak surat
pemberitahuan untuk mengganti BO Pusat yang lama diterima dari
Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Bagian Kedua

Surat Peringatan kepada BO I

Pasal28

(1) Kepala KPPN menyampaikan Surat Peringatan Pertama kepada BO I
dalam hal:
a. Tidak/terlambat memberitahukan adanya penolakan/pengembalian
SP2D/SPT dari BO J sebagaimana dimaksud daJam Pasal 12 ayat
(7);
b. Terlambat menyampaikan Japoran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19;
c. Melakukan hal-har yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal17 ayat (2);
d. Tidak membayar imbalan jasa pelayanan perbankan sebagai BO I
sesuai jumlah dan waktu yang ditetapkan oleh KPPN;
e. Tidak membayar sanksi denda sesuai jumlah dan waktu yang
ditetapkan;
f. Tidak melaporkan terjadinya gangguan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal22 ayat (1);
g. Tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan.
(2) Kepala KPPN menyampaikan laporan kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan apabila dalam waktu 5 (lima) hari
kerja sejak diterbitkannya Surat Peringatan Pertama sebagaimana
dimaksud pad a ayat (1) BO I tidak menyampaikan tanggapan atau
tanggapan yang disampaikan tidak menyelesaikan permasalahan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) disertai dengan alasan
atau pertimbangan perlunya diterbitkan Surat Peringatan Kedua.

Pasal29

(1) Berdasarkan laporan KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28,
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
menerbitkan Surat Peringatan Kedua dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Perbendaharaan dan pimpinan BO I terkait.
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
melaporkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan apabila dalam
waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Peringatan Kedua
sebagaimana dimaksud pad a ayat (1), BO I tidak memberikan
tanggapan/memberikan tanggapan tetapi tidak menyelesaikan
masalah.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan
atau pertimbangan perlunya diterbitkan Surat Peringatan Ketiga.

Pasal30

(1) Direktur Jenderal Perbendaharaan, berdasarkan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), menerbitkan Surat Peringatan
Ketiga kepada pimpinan BO I.
(2) Pimpinan BO I wajib melaksanakan surat peringatan tersebut pada ayat (1) dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya SuratPeringatan.
(3) Apabila dalam waktu sebagaimana ditentukan pada ayat (2) pimpinan
BO I tidak melaksanakan/menindaklanjuti/tidak memberikan
tanggapan/memberikan tanggapan tetapi tidak memadai, Direktur
Jenderal Perbendaharaan secara sepihak dapat memutuskan kontrak
layanan jasa perbankan dengan BO I bersangkutan.
(4) Sebelum pemutusan kontrak layanan jasa perbankan ditetapkan masa
transisi.

Pasal 31

(1) Dalam hal pemutusan kontrak jasa layanan perbankan dilakukan
terhadap BO I, selama masa transisi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (4) dilakukan pemilihan BO I pengganti sesuai peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan unsur waktu yang
terbatas.
(2) Pemutusan kontrak layanan jasa perbankan dilakukan setelah BO I
baru ditunjuk sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

SANKSI DENDA

Bagian Kesatu

Sanksi Denda Kepada BO Pusat

Pasal32

(1) Direktur Pengelolaan Kas Negara menetapkan sanksi denda kepada
pimpinan BO Pusat dalam hal:
a. BO Pusat tidak/kurang/terlambat menihilkan RPK-BUN-P.
b. menihilkan RPK-BUN-P tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (4).
(2) Besarnya sanksi denda sebagaimana dimaksud pad a ayat (1)
ditetapkan sebesar 3% (tiga per seratus) per bulan dihitung per hari
termasuk hari libur/diliburkan dari/sejak saldo RPK-BUN-P yang
tidak/kurang/ terlambat dinihilkan.
(3) BO Pusat wajib menyetor ke Kas Negara sanksi denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak
ditetapkan oleh Direktur Pengelolaan Kas Negara.
(4) Direktur Pengelolaan Kas Negara menyampaikan Surat Peringatan
Pertama kepada BO Pusat apabiJa daJam waktu 5 (lima) hari kerja BO
Pusat tidak melaksanakan kewajibannya untuk menyetor sanksi denda
sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) dan ayat (3) ke Kas Negara,
dan melaporkannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(5) Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan Surat Peringatan
Kedua kepada pimpinan BO Pusat apabila dalam waktu 5 (lima) hari
kerja' sejak diterbitkan Surat Peringatan Pertama, BO Pusat tidak
menyetor sanksi denda sebagaimana dimaksud pad a ayat (2) dan
ayat (3) ke Kas Negara
(6) Dalam hal BO Pusat tidak menyetor sanksi denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dalam waktu 5 (lima) hari kerja
sejak diterbitkan Surat Peringatan Kedua, Direktur JenderaJ
Perbendaharaan berdasarkan kuasa dengan hak substitusi direksi BO
Pusat sebagaimana dituangkan dalam perjanjian, berhak mendebet
rekening BO Pusat pad a Bank Indonesia.
(7) Pendebetan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan oJeh
Bank Indonesia berdasarkan Surat Kuasa Direktur Jenderal
Perbendaharaan.

Bagian Kedua

Sanksi Denda Kepada BO I

Pasal 33

(1) Kepala KPPN menetapkan sanksi denda kepada BO Jmitra kerja atas:
a. Keterlambatan penihilan saldo pada rekening BO I sebagaimana
dimaksud daJam Pasal 12 ayat (10);
b. Keterlambatan dalam melakukan pemindahbukuan/transfer ke
rekening yang tercantum dalam SP2D atau SPT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal12 ayat (2), ayat (4) dan ayat (5);
c. Kekurangan pemindahbukuan/transfer ke rekening yang berhak
sebagaimana dimaksud pada Pasal12 ayat (3);
d. Pendebetan RPK-BUN-P sebeJum menerima SP2D/SPT dari
KPPN mitra kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf b.;
e. Penarikan dana dari RPK-BUN-P lebih besar dari jumlah dana
yang tercantum dalam SP2D/SPT sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf c; atau
f. Pembebanan biaya kepada pihak yang tercantum dalam
SP2D/SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a.
(2) Besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) huruf a,
huruf b, dan huruf c masing-masing ditetapkan sebesar 3% (tiga per
seratus) per bulan dari jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, dan huruf c dihitung per hari termasuk hari
libur/diliburkan.
(3) Besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
ditetapkan sebesar 3% (tiga per seratus) dari jumJah yang di debet dari
RPK-BUN-P sebelum menerima SP2D/SPT dari KPPN mitra kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
(4) Besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
ditetapkan sebesar 3% (tiga per seratus) dari selisih lebih antara
jumlah dana yang didebet dari RPK-BUN-P dengan nilai total
SP2D/SPT yang disampaikan oleh KPPN mitra kerja.
(5) Besaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
ditetapkan sebesar 300% (tiga ratus per seratus) dari jumlah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f ..
(6) Tembusan penetapan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
disampaikan kepada :
a. Direktur Jenderal Perbendaharaan;
b. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan
c. Pimpinan Pusat Bank Operasional.
(7) BO I wajib menyetor sanksi denda sebagaimana dimaksud pad a ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) ke Kas Negara dalam waktu 5 (lima)
hari kerja sejak sanksi denda ditetapkan.
(8) Penyetoran sanksi denda ke Kas Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dilakukan dengan menggunakan SSBP Bagian
Anggaran 999.99 Akun 423756 (Pendapatan Denda Pelaksanaan
Rekening Pengeluaran KPPN Bersaldo Nihil Dalam Rangka
Pelaksanaan TSA).

BAB IX

KEBERATAN ATAS SANKSI DENDA

Pasal34

(1) BO PusatlBO I dapat mengajukan keberatan atas sanksi denda yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala KPPN.
(2) Pengajuan keberatan atas sanksi denda tidak membebaskan
kewajiban BO PusatlBO I untuk membayar sanksi denda yang
ditetapkan.
(3) Pimpinan BO Pusat dapat mengajukan keberatan atas sanksi denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Pengelolaan
Kas Negara.
(4) Dalam hal keberatan atas sanksi denda sebagaimana dimaksud pad a
ayat (3) ditolak oleh Direktur Pengelolaan Kas Negara, pimpinan BO
Pusat dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
(5) Pengajuan keberatan atas sanksi denda kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
dilakukan oleh BO Pusat dengan terlebih dahulu membayar sanksi
denda yang ditetapkan oleh Direktur Pengelolaan Kas Negara dan
melampirkan bukti setor atas sanksi denda yang telah dibayar pada
surat permohonan keberatan yang diajukan.
(6) Pimpinan BO I dapat mengajukan keberatan atas sanksi denda yang
ditetapkan oleh KPPN.
(7) Dalam hal keberatan atas sanksi denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) ditolak oleh Kepala KPPN, pimpinan BO I dapat mengajukan
keberatan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan wajib
mengambil langkah-Iangkah atas keberatan yang diajukan oleh BO I
sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
Dalam hal Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
menolak keberatan yang diajukan oleh BO I, BO I dapat mengajukan
keberatan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(10) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat
dilakukan setelah BO I membayar terlebih dahulu sanksi denda yang
ditetapkan oleh KPPN, dan melampirkan bukti setoran tersebut pada
surat permohonan keberatan yang diajukan.
(11) Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan atas keberatan yang
diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat final.
(12) Dalam hal BO PusaUBO I telah membayar sanksi denda dan
permohonan keberatannya diterima/disetujui oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan, maka BO PusaUBO J dapat mengajukan permintaan
pengembalian pembayaran denda sesuai peraturan perundangundangan.

BABX

CASH MANAGEMENT SYSTEM

Pasal 35

(1) BO Pusat/BO I wajib memberikan informasi mengenai semua data
transaksi pad a RPK-BUN-P dan RPKBUN KPPN secara real time
kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan KPPN
melalui fasilitas CMS.
(2) BO PusaUBO J wajib menyediakan fasilitas CMS kepada Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan KPPN.
(3) Tata cara pemberian informasi dan penyediaan fasilitas CMS
dituangkan dalam surat perjanjian.

BABXI

KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEUR)

Pasal36

(1) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure) yang disebabkan baik
langsung maupun tidak langsung, BO Pusat, BO I, Direktorat
Pengelolaan Kas Negara, dan/atau KPPN dapat dibebaskan dari
tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam
melaksanakan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
(2) Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diberitahukan oleh pihak yang mengalami keadaan tersebut
secara tertulis kepada pihak terkait dalam waktu paling lambat 14
(em pat belas) hari kalender setelah terjadinya keadaan kahar (force majeure).
(3) Hal-hal lain yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian, tidak
dapat digolongkan sebagai keadaan kahar force majeure.
(4) BO Pusat dan/atau BO J dapat dibebaskan dari sanksi denda apabila
dapat menyampaikan bukti dari pihak yang berwenang bahwa telah
terjadi keadaan kahar force majeure.


BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal37

(1) Pelaksanaan pengeluaran negara pada akhir tahun anggaran
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Semua ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor PER-59/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Rekening
Pengeluaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bersaldo
Nihil dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account (TSA)
sepanjang telah diatur di dalam Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal38

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar